Desperate
Aku menantikan hari itu, dimana kita bisa bertemu.
Aku sangat menantikan hari itu, karena kita akan ada di dalam satu ruangan yang sama.
Aku sangat sangat menantikan hari itu, karena akhirnya setelah beberapa waktu kita mungkin bisa pulang bersama.
Perasaan ku sempat membuncah, melambung sangat tinggi saat aku tahu bahwa kita parkir bersisian.
Aku merasa kita ditakdirkan.
Untuk sesaat aku merasa senang.
Sampai tiba waktu kita pulang.
Aku mengira bahwa kamu akan tetap di atas untuk membantu temanmu dan aku sempat kecewa. Tetapi ternyata tidak berselang lama aku turun, kamu juga turun dan itu membuatku bahagia. Mungkin kita bisa pulang bersama?
Orang sering bilang bahwa harapan dan kenyataan sering kali tidak beririrang. Aku berharap bisa pulang dengan kamu, tetapi kenyataannya tidak.
Kamu lebih dulu pulang.
Aku mengira aku dapat mengejarmu. Tetapi kenyataannya kamu melaju cukup kencang dan aku tidak bisa mengikutimu.
Padahal biasanya kamu tidak seperti itu.
Berbagai alasan muncul di otakku. Kamu terburu-buru karena ada kegiatan yang harus kamu lakukan. Atau kamu tahu bahwa aku akan mengekormu, oleh karena itu kamu melajukan motor mu dengan kencang agar aku tidak bisa mengikutimu. Mau tidak mau, aku berfikir bahwa jawabannya adalah kamu menghindariku.
Aku sempat berfikir juga untuk tetap menyusulmu, mengikutimu, mengekorimu, dan tidak mengambil rute yang sudah biasa aku ambil agar bisa tetap bersamamu.
Tetapi aku tidak sanggup untuk melakukan hal itu.
Aku marah kepada mu karena menghindariku.
Aku marah kepada diriku karena kenapa ada keinginan kuat dari diriku untuk terus mengikutimu.
Aku marah kepada diriku karena berharap terlalu tinggi.
Aku marah kepada diriku karena terlalu berkhayal bahwa mungkin kita bisa bersama, bahwa mungkin kita ditakdirkan.
Aku marah kepada diriku karena aku jatuh cinta kepadamu dan yakin bahwa kamu juga jatuh cinta kepadaku.
Aku marah kepada diriku karena aku meyakini hal itu.
Komentar
Posting Komentar